Menurut Harun Nasution tarekat
adalah jalan yang harus ditempuh seorang murid agar berada sedekat mungkin
dengan Tuhan di bawah bimbingan seorang guru Mursyid.
Sedangkan dalam terminology sufistik, tarekat
adalah jalan atau metode khusus untuk mencapai tujuan spiritual.
Seorang pengikut tarekat akan beroleh kemajuan
dengan melalui sederetan ijazah berdasarkan tingkatnya, yang diakui oleh semua
pengikut tarekat yang sama dari pengikut biasa (mansub) hingga murid,
selanjutnya hingga pembantu syaikh atau khalifahnya, dan akhirnya
dalam beberapa kasus hingga menjadi buruh yang mandiri
Sesungguhnya tarekat tidak hanya mempunyai
fungsi keagamaan. Setiap tarikat merupakan semacam keluarga besar, dan semua
anggotanya menganggap diri mereka bersaudara satusamalain.
Proses
Berdirinya Tarekat Naksabandiah
Geraka Tareka Naqsyabandiyah Jika
ditelaah secara sosiologis yang lebih mendalam, lahirnya tarekat lebih
dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultur yang ada pada saat itu. Lahirnya trend
pola hidup sufistik tidak lepas dari perubahan dan dinamika dalam kehidupan
masyarakat. Sebagai contoh adalah munculnya gerakan kehidupan zuhud dan uzlah
yang dipelopori oleh Hasan al-Basri (110 H) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H).
Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya)
yang dipraktekkan oleh pejabat Bani Umayyah.
Hasan al-Basri termasuk pendiri madzhab Basrah yang beraliran zuhud. Pendirian
hidup dan pengalaman tasawuf Hasan al- Basri itu dijadikan pedoman bagi ahli
tasawuf. Pandangan tasawuf Hasan al-Basri di antaranya pandangan dia terhadap
dunia yang diibaratkan sebagai ular yang halus dalam pegangan tangan tetapi
racunnya membawa maut.
Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat pada masa
itu, yaitu faktor kultural dan struktural. Dari segi politik, dunia Islam
sedang dilanda krisis hebat. Di bagian timur dunia Islam seperti: wilayah
Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa,
yang dikenal dengan Perang Salib selama lebih kurang dua abad (490-656 H /
1096-1248 M) telah terjadi delapan kali peperangan dahsyat.
Penyebaran tarekat
Naqsyabandiyah di Jawa dilakukan oleh tiga murid Syekh Khatib Sambas, yaitu
Syekh Abdul Karim Banten, Syekh Tolhah Cirebon, dan Kiyai Ahmad Hasbullah
Madura. Syekh Abdul Karim Banten merupakan murid kesayangan Syekh Ahmad Khatib
Sambas di Mekah. Semula dia hanya sebagai khalifah Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah di Banten, tahun 1876 diangkat oleh Syeikh Khatib Sambas menjadi
penggantinya dalam kedudukan sebagai mursyid utama tarekat ini yang
berkedudukan di Mekah. Dengan demikian semenjak itu seluruh organisasi TQN di
Indonesia menelusuri jalur spiritualnya (silsilah) kepada ulama asal Banten
tersebut.
Khalifah dari kiyai Tolhah Cirebon yang paling penting adalah Abdullah Mubarrok, belakangan dikenal sebagai Abah Sepuh. Abdullah melakukan baiat ulang dengan Abdul Karim Banten di Mekah. Pada dekade berikutnya Abah sepuh membaiat putranya K.H.A. Sohibul Wafa Tadjul Arifin yang lebih masyhur dengan panggilan Abah Anom. Hingga sekarang Abah Anom Masih menjadi mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Di bawah kepemimpinan Abah Anom ini, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di kemursyidan Suryalaya berkembang pesat. Dengan menggunakan metode riyadah dalam tarekat ini Abah Anom mengembangkan psikoterapi alternatif, terutama bagi para remaja yang mengalami degradasi mental karena penyalahgunaan obat-obat yang terlarang, seperti, morfin, heroin dan sebagainya.
Sampai sekarang di Indonesia ada tiga pondok pesantren yang menjadi pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yaitu: Pondok Pesantren Rejoso Jombang Jawa Timur, Pondok Pesantren Mranggen di Jawa Tengah, dan Pondok Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya Jawa Barat.
Khalifah dari kiyai Tolhah Cirebon yang paling penting adalah Abdullah Mubarrok, belakangan dikenal sebagai Abah Sepuh. Abdullah melakukan baiat ulang dengan Abdul Karim Banten di Mekah. Pada dekade berikutnya Abah sepuh membaiat putranya K.H.A. Sohibul Wafa Tadjul Arifin yang lebih masyhur dengan panggilan Abah Anom. Hingga sekarang Abah Anom Masih menjadi mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Di bawah kepemimpinan Abah Anom ini, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di kemursyidan Suryalaya berkembang pesat. Dengan menggunakan metode riyadah dalam tarekat ini Abah Anom mengembangkan psikoterapi alternatif, terutama bagi para remaja yang mengalami degradasi mental karena penyalahgunaan obat-obat yang terlarang, seperti, morfin, heroin dan sebagainya.
Sampai sekarang di Indonesia ada tiga pondok pesantren yang menjadi pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yaitu: Pondok Pesantren Rejoso Jombang Jawa Timur, Pondok Pesantren Mranggen di Jawa Tengah, dan Pondok Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya Jawa Barat.
- Tujuan dan Dasar Tarekat Naqsabandiyah
a.
Tujuan Tarekat Naqsabandiyah
Tujuan utama pendirian Tarekat Naqsabandiyah oleh para
sufi adalah untuk membina dan membina seseorang agar bias merasakan hakikat
Tuhannya dalam kehidupan sehari – hari melalui perjalanan ibadah yang terarah
dan sempurna. Dalam kegiatan ini biasanya seorang anggota diarahkan oleh
tradisi – tradisi ritual khas yang terdapat dalam Tarekat Naqsabandiyah sebagai
upaya pengembangan untuk bisa menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau
ma'rifat kepada Allah Azza Wajalla. Dengan demikian tujuan utama thariqat
Naqshabandiyah, yakni mengharapkan hakikat yang mutlak, Allah Azza Wajalla.
Secara umum, tujuan utama thariqat Naqshabandiyah secara
umum adalah penekanan pada kehidupan akhirat yang merupakan titik akhir tujuan
kehidupan manusia beragama. Sehingga setiap aktivitas atau amal perbuatan
selalu diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan. Muhmmad
Amin Al-qurdi salah seorang tokoh tarekat Naqshabandiyah menekankan pentingnya
seseorang masuk ke dalam tarekat, agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam
beribadah kepada tuhannya.
Langkah utama dan pertama bagi seseorang yang akan
memasuki dunia tarekat adalah kesiapan untuk mentaati peraturan-peraturan
syariat Islam. Karena seluruh aktivitas kehidupan anggota tarekat akan selalu
bersandar pada hukum-hukum syari'at, terutama yang terpilih dan memiliki
keunggulan, dan mereka lebih senang menghindari hokum-hukum syari'at yang
ringan dan mudah.
Di sinilah tarekat Naqshabandiyah memberikan keseimbangan
dalam mengiringiu jalannya syari'at Islam sebagai penghalus untuk meresapkan
nilai-nilai hukum yang telah ditentukan dalam Al-Qur,an dan Sunnah sehingga
bisa mencapai nilai hakikatnya.
0 coment:
Posting Komentar
Berikan Pendapat atau Argumen Anda...!!!