sahabat adalah insan yang membuatmu lebih berarti

Non Cap Halal, Makanan Impor Beredar


Banda Aceh - Beredarnya makanan impor dari negeri China di kota Banda Aceh, membuat warga resah. Pasalnya, panganan dari negeri 'Tirai Bambu'tersebut tanpa cap halal di bungkus produknya. “Saya sudah mempertanyakan ke petugas swalayan dan tokonya. Mereka mengaku tidak tau mengapa tidak ada logo Halalnya. Tapi ada tertera dari Depkes atau BPOM,” kata Sabrina, mahasiswi FKIP Universitas Syiah Kuala Darussalam Bandaaceh, kepada koran ini, kemarin.

Keresahan tersebut juga dialami pembaca koran ini. Melalui rubrik SMS Intraktive, ia mengeluhkan makanan yang dijual sejumlah toko atau swalayan tanpa logo Halal. Yanny Abdullah, warga Kampong Pineng, juga senada dengan pembaca Hr. Rakyat Aceh. Ia mengaku, sempat kecolongan makan mie ramen atau mie instans asal negeri China tersebut. setelah dilihat secara seksama, ternyata tidak ada logo Halal yang tertulis di mangkok mie itu. “Saya membelinya di swalayan terbesar di kota ini. Rasanya, tidak mungkin mereka tidak memeriksa halal dan tidaknya untuk dijual di Aceh,” tukasnya.

Sementara itu, Saifullah, PNS di kantor gubernuran menyebutkan, barang impor semakin membanjiri pasar dan sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Apalagi jika barang impor yang masuk tersebut, barang-barang ilegal dan membahayakan. "Saya pernah membeli ‘mayones’,setelah saya teliti ternyata tanpa cap halal. Beberapa toko dan swalayan, pernah saya tanyakan tentang hal itu, tapi sama saja. Semua tidak ada tulisan halal di pembungkus luarnya,"ungkap Saiful.

Bukan hanya itu, ucapnya lagi, ada juga makanan atau minuman tidak berbahasa Indonesia. Sehingga sangat diragukan komposisi yang terkandung didalamnya. Ayah tiga anak ini, juga menyayangkan pemerintah atau pengawas makanan kurang teliti dan terkesan tidak ada pengawasan sehingga makanan impor tanpa cap halal bebas beredar.

Produk Ilegal
Sedangkan Kabid Sertifikasi Layanan Informasi Konsumen Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Aceh, Muliawarman mengatakan, makanan yang tidak mencantumkan bahasa Indonesia dalam kemasannya, berarti ilegal alias Tanpa Ijin Edar (TIE). Sedangkan logo halal, dikeluarkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan BPOM kota setempat. “Kalau tanpa logo halal dan masih berbahasa negara asalnya, itu barang ilegal,” tukasnya. Ia mengungkapkan, kasus-kasus tersebut terdapat di seluruh wilayah di Indonesia. Tercatat, produk impor dari kawasan Malaysia, Jepang dan Korea melakukan pelanggaran terbanyak. Hal ini sama dengan merugikan perekonomian lokal atau dalam negeri. "Seharusnya pemilik toko atau swalayan tidak menjual produk yang tanpa ijin edar, seperti itu,"imbuh Muliawarman.

Ia juga mengatakan, logo halal memang pihaknya yang keluarkan bersamaan dengan registrasi kesehatan. Namun, ucapnya, kalau barangnya produksi Aceh, maka registrasi dan kehalalannya dikeluarkan BPOM dan MPU setempat. Kalau produksi Medan, misalnya, maka yang mengeluarkan ijin serta regsitrasi juga halal-nya, BPOM Medan, Sumatera Utara. Sementara itu, ucapnya lagi, kalau barang impor, berarti BPOM pusat yang mengeluarkan ijinnya.

"Tidak ada informasi apa-apa dalam produk ini. Tidak ada logo halal, tidak berbahasa Indonesia dan lain-lain. Harusnya produk seperti ini tidak boleh beredar di Indonesia," tukasnya lagi. Untuk mengantisipasinya, maka pemerintah harus tegas menolak produk impor yang merugikan negara tersebut. Pengawasan juga diperketat di daerah perbatasan. Sehingga produk yang tidak sesuai dengan persyaratan tidak boleh masuk ke Indonesia.

Selain itu, ia menambahkan, ketelitian dari konsumen serta kesadaran dari masyarakat, agar lebih hati-hati terhadap barang-barang impor untuk ikut melakukan pengawasan apabila barang-barang tersebut tidak sesuai dengan yang disyaratkan. (ian)

0 coment:

Posting Komentar

Berikan Pendapat atau Argumen Anda...!!!